Home

Posted by chairuman 0 komentar
PERADILAN MENURUT ADAT ACEH


Dalam sistem hukum di Indonesia, hukum Adat merupakan hukum pelengkap, seperti juga hal di Aceh yang merupakan bagian daripada sistem hukum Nasional, yang dalam berhubungan satu dengan lainnya tunduk kepada peraturan perundang-undangan juga tunduk kepada ketentuan hukum Adat. Disamping kedua norma tersebut dalam kehidupan bermasyarakat juga tunduk kepada ketentuan adat, yang merupakan ciri khas di Aceh , hukum adat dan adat tersebut telah melembaga semenjak masa kesultanan telah disesuaikan dengan filosofi hukum Islam “ Adat bak po teumuruhom, hukom bak syiah kuala”
sehinga sukar dibedakan antara kaidah hukum adat/adat. Kekhasan tersebut menimbulkan minat yang kuat dari masyaakat dan Pemerintah Daerah untuk memberikan dasar hukum yang kuat dalam perlakuan adat Aceh.

Memenuhi keinginan tersebut, dengan Keputusan Perdana Menteri No. 1/Missi/1959 kepada Propinsi Aceh, diberi status sebagai Daerah Istimewa dalam bidang peradatan, agama dan pendidikan, apa yang dimaksud dengan peradatan adalah adat istiadat. Keputusan tersebut memberi wewenang yang lebih besar kepada pemerintah Daerah untuk mengembangkan dan memberlakukan serta mempertahankan Adat /adat istiadat dan lembaga lembaga dalam kehidupan bermasyarkat di Aceh. Kemudian sebagai pelaksaan keputusan Pemerintah mengeluarkan Peraturan Daerah no. 2 tahun 1990 tenang pembinaaan dan pengembangan Adat Istiadat, kebiasaan Masyarakat beserta lembaga Adat di Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Dimana pengembangan dan pembinaan adat diserahkan kepada Gampong dan Mukim serta lembaga-lembaga adat yang telah ada maupun yang akan dibentuk.

Peraturan peraturan yang menyangkut tentang berlakunya adat yang didasarkan pada Undang-undang No. 44 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh yang menurut pasal 3 (2) meliputi :
a. Penyelenggaraan kehidupan beragama
b. Penyelenggaraan kehidupan adat;
c. Penyelenggaraan pendidikan
d. Peran ulama dalam penetapan kebijakan daerah;
Dalam hal penyelenggaraan kehidupan adat, dalam pasal 6 ditegaskan daerah dapat menetapkan berbagai kebijakan dalam upaya pemberdayaan, pelestarian dan pengembangan adat serta lembaga adat di wilayahnya yang dijiwai dan sesuai dengan Syari’at Islam;
kemudian ditetapkan pula peraturan Daerah Nomor 7 tahun 2000 tentang penyelenggaraan Kehidupan adat, kemudian di ikuti dengan Undang-undang 18 tahun 2001 tentang otonomi khusus yang kemudian diganti Undang-undang Pemerintahan Aceh dalam Bab Tentang Wali Nanggro dan Lembaga Adat, kemudian Qanun nomor 4 tahun 2003 tentang pemerintahan Mukim dan Qanun Nanggro Aceh Darussalam nomor 5 tahun 2003 tentang Pemerintahan Gampong.

Dengan adanya peraturan/qanun tersebut telah memperkuat untuk melaksanakan keistimean Aceh di Nanggro Aceh Darussalam, Dalam perkembangannya, khusunya menyangkut tentang Peradilan Adat di Aceh, meskipun tidak di jumpai nama –nama peradilan adat dalam penyelesaian di gampong-gampong, pada kenyataannya orang –orang Aceh (Kuchik di Gampong) masih menerapkan dan mempertahankan hukum adat menyangkut penyelesaian hukum adat atau delik.

Pengertian Hukum Adat.
Istilah Adat Istiadat dimaksudkan sebagai satuan perbuatan yang lazim dituruti dan dilakukan sebagai suatu kebiasaan sejak dahulu kala, wujud kebiasaan merupakan efesiensi yang terdiri atas nilai budaya, namun hukum dan aturan-aturan yang satu dan lainnya berkaitan menjadi suatu sistem bersendi syara’ dan syarak bersendi Kitabullah, dan saterusnya (Kamus besar Bahasa Indonesia)
Adat ; merupakan pencerminan dari pada kepribadian sesuatu bangsa sebagai salah satu penjelmaan dari jiwa bangsa yang bersangkutan dari abad ke abad ( Surjono Wirjodikuro, 1979)
Perkembangan Hukum Adat dalam proses kemajuan zaman adalah berjalan secara evolusi, adat istiadat yang hidup dan berkembang sebagai tradisi rakyat inilah yang kemudian berkembang menjadi dasar sumber hukum Adat.

Istilah Hukum Adat

Pada umumnya ahli-ahli hukum mengatakan bahwa Hukum Adat merupakan terjemahan dari Istilah Belanda adat Recht (oleh Snock Hougronyo). Menurut A. Wahid Salayan Hukum Adat adalah hukum yang tidak tertulis yang sifatnya tidak kaku, akan tetapi terus berkembang dan dapat mengikuti masyarakat pendukungnya, setiap perubahan dalam masyaarkat Inoinesia. Dikalangan Pemerintahan . ekonomi dan lain-lain oleh Hukum adat yang bersifat elastis dapat mengikutinya dan tidak pernah ketinggalan zaman.

Wewenang dalam Peradilan Adat

Berdasarkan Qanun Propinsi Nanggro Aceh Darussalam Nomor 3 tahun 2004 tentang Pembentukan susunan dan tata kerja Majlis Adat Aceh/MAA yang disebut dengan ;
• Hukum adat adalah Hukum adat Aceh yang hidup dan berkembang dalam masyarakat di Prop. Daerah Aceh;
• Adat istiadat adalah aturan atau perbuataan yang bersendikan Syariat Islam yang lazim dituruti, dihormati, dimulai sejak dahulu dan dijadikan sebagai landasan hidup dalam masyarkat;
• Kebiasaan-kebiasaan adalah suatu kegiatan atau perbuatan yang pada dasarnya bukan bersumber dari hukum adat atau adat istiadat akan tetapi hal tersebut telah di akui oleh umum dan dilaksanakan oleh umum dan telah dilaksnanakan secara berulang-ulang;
• Peradilan Adat gampong adalah peradilan perdamaian melalui musyawarah mufakat yang dipimpin oleh keuchik dengan anggota Tengku Munasah dan tuha Peut gampong;
• Peradilan adat mukim adalah peradilan perdamaian melakukan musyawarah mufakat yang dipimpin oleh imum Mukim dengan anggota imum syik dan para tuha peut mukim;
Dalam pasal 3, Majelis Adat Aceh mempunyai wewenang;
a. Mengkaji dan menyusun rencana penyelenggaraan kehidupan adat
b. Membentuk dan mengukuhkan lembaga adat
c. menyampaikan saran dan pendapat kepada pemerintah dalam kaitannya dengan penyelenggaraan kehidupan adat diminta maupun tidak diminta;
Dalam pasal 5, fungsi M A A :
a. Meningkatkan pemeliharaan, pembinaan dan menyebarluaskan adat istiadat dan hukum adat dalam masyarakat sebagai bagian yang tak terpisahkan dari adat Indonesia;
b. Meningkatkan kemapuan tokoh adat yang profesional sesuai dengan keadaan dan kebutuhan masyarkat Daerah;
c. Meningkatkan penyebarluasan adat Aceh ke dalam masyaarkat melalui keuruja udep dan keuruja maate, penampilan kreatifitas dan mes media;
d. Menyelenggarakan pembianaan dan pengembangan fungsi Peradilan adat Gampong dan Peradilan Adat Mukim;
e. Mengawai penyelenggaraan adaat istiadat dan hukum adat supaya tetap sesuai dengan Syariat Islam;
f. Meningkatkan kerja sama dengan berbagai pihak, perorangan maupun badan-badan yang ada kaitannya dengan maslah adat Aceh khususnya, baik di dlam maupun diluar negeri sejauh tidak bertentangan dengan agama, adat istiadat dan perundang-undangan yang berlaku;
g. Menyusun risalah risalah untuk menjadi pedoman tentang adat;
h. Ikut serta dalam setiap penyelenggaraan pekan Kebudayaan Aceh Propinsi dan kabupaten/kota
i. Mengusahakan perwujudan maksud dan makna falsafah hidup dalam masyarakat sesuai dengan adat bak poutumuruhom hukom bak syiah kuala qanun bak putro phang resam bak laksamana;

Penyelesaian Sengketa adat;

Pasal 10 Perda nomor 7 tahun 2000 menyebutkan :
Aparat penegak hukum memberi kesempatan terlebih dahulu kepada geuchik dan imum mukim untuk menyelesaikan sengketa-sengketa/perselisihan di gampong/mukim masing.
Pasal 11 >
1. Geuchik berwenang untuk menyelesaikan perselisihan persengketaan/permasalahan yang terjadi di Gampong,baik masalah masalah sosial yang timbul di masyarakat dalam suatu rapat Adat Gampong;
2. Apabila dalam jangka waktu 2 bulan perselisihan tersebut tidak dapat diselesaikan di gampong atau para pihak yang bersengketa tidak dapat menerima keputusan adat tingkat Geuchik, maka perselisihan sengketa tersebut diselesaikan oleh imum Mukim dalam rapat adat Mukim;
Pasal 12 >
1. Rapat adat Gampong dipimpin oleh Geuchik dan Teungku Gampong (imum Meunasah) dan dibantu oleh sekretaris Gampong dan Tuha Peut/tuha lapan Gampong;
2. Rapat adat mukim dipimpin oleh imum mukim dibantu oleh serektaris mukim serta di hadiri oleh seluruh anggota tuha peut/tuha lapan mukim;
Pasal 14 >
1. Segala perselisihan dan persengketaan yang telah didamaikan di oleh Geuchik gampong dan imum mukim dalam suatu rapat Adat bersifat mengikat pihak-pihak yang berselisih/bersengketa;
2. para pihak yang tidak mengindahkan keputusan adat tingkat geuchik atau imum Mukim ia akan dikenakan sanksi adat yang lebih berat oleh karena merusak kata kesepakatan dan menganggu keseimbangan yang hidup dlam masyarakat;
pasal 15 >
1. Apabila dalam jangka waktu 1 bulan Imum Mukim tidak dapat menyelesaikan atau para pihak yang berselisih/bersengketa merasa tidak puas terhadap keputusan adat tingkat mukim, maka ia dapat mengajukan perkaranya kepada aparat penegak hukum;
2. Keputusan Adat yang telah dijatuhkan kepada pihak-pihak yang bersengketa dapat dijadikan salah saatu pertimbangan oleh aparat penegak hukum dalam menyelesaikan perkara;
Pasal 16 >
Tata cara dan syarata-syarat penyelesaian perselisihan/persengkartaan, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan adat di masing-masing daerah Kbupaaten/kota/kecamatan/mukim dan Gampong;
Pasal 17 >
Dalam penyelesaian perkara di Pengadilan, Geuchik dan Imum Mukim dapat dijadikan saksi ahli dalam perkara-perkara dimaksud, sepanjang perkara tersebut telah diputuskan oleh rapat Adat yang bersangkutan;
Pasal 18 >
Tiap-tiap penyelesaian sengketa oleh Geuchik dan Imum Mukim dibuat Berita Acara dan dituangkan dalam keputusan serta di umumkan kepada Masyarakat;
Selain itu menurut penelitian dari unsyiah dan kerja sama dengan Propinsi Nad pada tahun 2002, oleh tim Frof. Dahlan, frof T. Djuned Sh dkk, di Aceh juga dikenal dengan Peradilan Panglima Laot. Dimana fungsionaris terdiri dari;
1. Pimpinan sidang adalah Panglima laot ;
2. Anggota sidang terdiri dari ; Pawang laot ;b. Salah seorang dari ; Tgk. Imum, atau Keuchik; atau Imum mesjid ;
Adapun jenis perkara yang diselesaikan adalah:
a. Semua perkara pelanggaran adat laot
b. Perkara pidana kecil, seperti perkelahian dan penghinaan di wilayah laot;
Sifat dari pada putusan adalah memaksa, putusan dijatuhakan berdasarkan ;
1. larangan melaut dalam jumlah hari tertentu bagi boet/orang yang dipersalahkan dan dijatuhi sanksi adat;
2. Penyitaan dan pelelangan hasil tangkapan seta perampasan uang hasil pelelangan oleh peradilan;

Pelanggaran Adat

Dalam masyarakat hukum adat, perbuatan delik adat dapat diperhatikan pada tingkatan-tingkatan pelanggaran yang dilakukan seperti;
a. tindakan-tindakan pelanggaran hukum adat merupakan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan hukum adat.
b. Hukum adat tidak mengadakan perbedaan antara hukum pidana dengan hukum perdata tapi semuanya termasuk satu katagori yaitu perbuatan yang bertentangan dengan hukum adat setempat.
c. Petugas hukum tidak selalu mengambil inisiatif dalam setiap pelanggaran
d. Dalam persekutuan hukum, petugas wajib bertindak apabila pelanggaran hukum adat mengenai kepentingan umum.
Sistem hukum adat hanya mengenal satu prosudur dalam hal penuntutan yaitu baik perdana maupun perdata. Petugas hukum yang berwenang untuk mengambil tindakan-tingdakan konkrit/reaksi adat guna membetulkan hukum yang di langgar tidak seperti sistem hukum barat, yaitu hakim pidana untukm perkara pidana dan hakim perdata untuk hakim perdata. Dalam hukum adat dikenal ada satu pejabat yaitu kepala Desa.
Dalam kehidupan masyarkat Aceh, hakim adat/hakim perdamaian desa /gampong, dalam menyelesaikan suatu perkara harus cukup syarat-sayarat hukumnya (Baduruzzaman, 2002):
a. Kalau menimbang harus sama berat
b. Kalau mengukur harus sama Panjang
c. Tidak boleh berpihak-pihak
d. Lurus, patut, dan benar menjadi pegangan
e. Benar menurut kehendak adat dan syarak
Dalam hal pidana adat, hakim perdamaian desa juga berwenang mengadili dan menghukum orang tersebut untuk menyelenggarakan upaya-upaya adat seperti :
a. Meminta maaf secara adat
b. Membuat selamatan/kenduri
Urusan pengadilan seluruhnya didasarkan pada sistem yang berlaku dalam organisasi pemerintahan Aceh, sengketa-sengketa kecil/pelanggaran adat yang biasanya diselesaikan oleh Teungku Imum Meunasah dengan didampingi seorang tetua bidang keagamaan.
Sengketa-senketa tersebut diselesaikan dengan suatu keputusan yang dinamai Peujroh ghob/Meusapat. Begitu juga terhadap pencurian dikembalikan kepada pemiliknya atau menggantikan harga dan yang bersangkutan meminta maaf, begitu juga dengan tagihan-tagihan perdata, dpat dilakukan dengan permintaan maaf.

Pasal 19 Perda 7 tahun 2000 > Jenis jenis Penyelesaian sengketa dan sanksi yang dapat dijatuhkan sebagai berikut :
a. Nasihat;
b. Teguran;
c. Pernyataan maaf dihadapan orang banyak di Meunasah atau mesjid, diiukti dengan acara peusijuk;
d. Denda; dalam arti penyediaan makanan untk makan bersama
e. Ganti kerugian
f. Dikucilkan oleh masyarakat Gampong;/ han roeh saho
g. Dikeluarkan dari masyarkat Gampong;
h. Pencabutan gelar adat;
i. Dll. Sesuai dengan adat setempat.
Contoh pelanggaran dalam hukum adat; Pengkhianatan, Sihir, tenung, Hamil tanpa nikah, melarikan gadis, Pembunuhan, penganianyaan, pencurian, dll

Contoh kasus:

a. Kasus pidana di kecamatan Suka Makmur, proses penyelesaian pertama sekali Keuchik dan perangkat gampong duek pakat mencari solusi masalah perkelahian yang terjadi mengetahui mengapa berkelahi, setelah mengetahui sebab perkelahian tersebut orang tua gampong mengundang orang yang berkelahi tersebut beserta orang tua gampong untuk menyaksikan perkara perdamaian tersebut, kepada yang didamaikan dibebankan untuk membawa nasi pulut dan uang denda kepada orang yang bersalah ditepung tawari (Peusijuk) dan salam salaman.
b. Kasus Perdata, kasus terhadap sepetak tanah, kuchik dan perangkat desa memanggil pihak yang bersengketa menyatakan perihal tanah tersebut, kemudian mendamaikannya jika kedua belah pihak telah menyetujuinya.

Administerasi

Administerasi “ berasal dari bahasa Latin “ Administrare” yang artinya Mengurus, mengabdi dan mencatat;
Administerasi adalah suatu proses yang umum pada setiap usaha yang dilakukan oleh Negara atau swasta, sipil dan militer baik dalam ukuran besar maupun dalam ukuran kecil;
Administerasi adalah proses kerja pada pemerintah pusat maupun daerah, universitas, sekolah-sekolah, perhotelan dan lain-lain. Walaupun ketentuan dan bentuk administerasi itu berbeda persoalannya, tetapi ada hal yang sama yaitu prosesnya;
Begitu pula dengan peradilan negara termasuk juga peradilan adat untuk dapat di jalankan atau diurus dengan baik dengan mencatat dalam buku regester perkara; di dalam Peradilan Negara Administerasi peradilan disebut dengan Pola Bindalnmin yaitu pola pembinaan dan pengendalian administera pada peradilan Agama/Negeri, khusus terhadap peradilan adat barangkali kita dapat mencotohi beberapa pola yang telah ditentukan dalam pola bindalnmin sesuai kebutuhan yang ada;

Sebagai perbandingan dapat dicontohkan bahwa dalam pola Bindalnmin dalam hukum perdata secara umum dibagi dalam tiga tahap :
1. Prosudur penyelengaraan administerasi perkara, hal ini berhubungan dengan tata cara penerimaan perkara;
2. Pola tentang regester perkara terdiri dari Regester Induk perkara Gugatan, regester induk perkara permohonan, regester permohonan banding, regester permohonan kasasi, regester peninjauan kembali, dll
3. Pola tentang keuangan perkara; Buku jurnal keuangan perkara tk. I, buku jurnal keungan perkara banding, dsb.
Contoh regester induk perkara :
Kolom ;
1. Nomor urut;
2. Nomor perkara;
3. Nama, umur, pekerjaan dan tempat tinggal para pihak
4. petitum;
5. tanggal pendaftaran gugatan
6. a. tanggal penetapan majelis hakim
b. Susunan majelis hakim
7. tanggal penetapan hari sidang
8. tanggal putusan
9. dll

Kesimpulan 
: Peradilan Adat telah pernah ada di Aceh menurut penelitian yang dilakukan ialah Peradilan adat Gampong, peradilan Mukim dan Peradilan Panglima laot;

0 komentar:

Posting Komentar

Berikan Polling Anda

Apa Pendapat Anda Tentang Blog ini?
Ricky Pratama's Blog support EvaFashionStore.Com - Original design by Bamz | Copyright of Raja Hafizd.